orang-orang yang beriman yang selalu dimuliakan oleh Allah Swt…Selaku
hamba allah kali ini, izinkanlah saya berwasiat baik bagi diri saya
pribadi, maupun bagi hadirin sekalian, untuk selalu meningkatkan
keimanan dan ketakwaan diri kita kepada Allah Swt. Lebih dari 50 kali di
dalam Al-Quran Allah Swt berfirman: Ittaqullâh, bertakwalah kamu
sekalian kepada Allah! Pengulangan yang teramat sering ini menunjukkan
bahwa, takwa sangatlah penting artinya bagi setiap muslim. Karena hanya
dengan takwa kepada Allah sajalah, kita akan dapat hidup bahagia,
baik di dunia ini maupun di akhirat.
Melalui hamba allah kali ini, saya ingin menyampaikan sebuah materi
tentang bagaimana kiat membentuk diri ini menjadi seorang muslim
sejati?
Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...
Saat ini, banyak orang mengaku dirinya sebagai muslim. Data statistik
dunia terakhir menunjukan ada 1,7 milyar lebih di dunia ini jumlah
penduduk dunia yang beragama Islam. Tapi, dari sekian jumlah yang ada
itu, sangat sedikit yang memiliki kepribadian sebagai seorang muslim.
Selebihnya, mempunyai kepribadian terpisah (split personality). Orang
semacam ini agamanya saja sebagai muslim, namun, perilaku, sikap, dan
tindakannya sama sekali tidak menunjukkan keislamannya. Kalau demikian
adanya, bagaimana Islam dapat menjadi rahmah? Jika para pemeluknya
tidak memahami, menghayati dan mengamalkan Islam? Persis seperti apa
yan telah disinggung oleh rasulullah Saw:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ
كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ
قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ
وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ
صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي
قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا
الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (سنن أبي داود:
3745)
Rasulululullah Saw bersabda: “suatu saat nanti kalian akan dikeroyoki
oleh berbagai suku bangsa seperti mereka mengeroyoki makanan”. Salah
seorang bertanya: “Apakah kami saat itu minoritas ya Rasululullah?”
“Tidak”, jawab Rasulullah, “bahkan kalian saat itu mayoritas, tetapi
hanya bagai busa. Allah hilangkan rasa takut di hati musuh-musuh kalian
dan Allah tumbuhkan di dalam hati kalian kehinaan! Lantas ada yang
bertanya: “Kehinaan bagaimana ya Rasululullah?” Nabi pun menjawab:
“cinta dunia dan takut mati”.
Lihatlah kondisi masyarakat kita saat ini yang berada dalam keadaan
lemah, hina, rendah diri, terbelakang, dan ditimpa berbagai krisis
maupun perpecahan. Lengkap sudah segala penderitaan yang ada, berbagai
simbol negatif pun tersematkan di dada-dada bangsa kita, bangsa yang
tidak beradab dan tidak bermoral! Padahal dahulu Indonesia di kenal
sebagai bangsa yang sangat santun dan welas asih! Mengapa ini bisa
terjadi? Nyawa manusia lebih rendah harganya dari sekarung beras. Hanya
karena gara-gara dituduh mencuri uang sepuluh ribu rupiah, seseorang
dapat menemui kematiannya. Atau hanya karena sepedanya dipinjam tanpa
ijin, seseorang berani membunuh kawan sekerjanya sendiri. Di mana-mana
kerusakan merajalela, kebodohan, dekadensi moral dan hal-hal negatif
lainnya. Indonesia telah mengalami krisis diberbagai aspek kehidupan,
krisis multi dimensial!
Kondisi semacam ini tidak mungkin terus menerus dibiarkan. Siapapun
yang merasa sebagai muslim yang memiliki ghirah (semangat) keislaman,
tidak akan merelakan hal ini. Agama kita bukan agama fardiyah
(individual), tetapi agama pemersatu (ummatan wahidah), bahkan satu
jasad. Jika sakit salah satu anggota tubuh, maka yang lain akan
merasakannya. Islam bukan hanya agama ibadah. Tetapi merupakan the way
of life (jalan hidup) yang paripurna, mengatur segala urusan
dunia-akhirat. Agama kita mengajak kepada wihdah (persatuan), al-quwwah
(kekuatan), al ‘izzah (harga diri), al-‘adl (keadilan), dan juga
kepada jihad (perjuangan).
Maka, misi risalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh
alam) ini bertujuan untuk memberikan hidayah (petunjuk) manusia pada
agama yang haq, yang diridhoi Allah. Fungsi Islam yang menyejukkan
bagi seluruh umat manusia ini, tidak mungkin terwujud, kecuali jika
benar-benar diamalkan oleh orang-orang yang memiliki kepribadian, atau
mempunyai jati diri sebagai seorang muslim. Karenanya, semua itu pasti
berawal dari diri, lalu keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Sebagaimana kita tahu, hidup merupakan suatu perjalanan dari satu titik
ke titik yang lain, beranjak dari garis masa lalu, melewati masa
kini, untuk menuju masa depan. Masa lalu adalah sebuah sejarah, masa
kini adalah realita dan masa yang akan datang adalah cita-cita.
Sebagai seorang muslim, tentunya kita tidak akan membiarkan hidup ini
sia-sia. Hidup di dunia ini menjadi terlalu singkat jika hanya
dipenuhi dengan keluhan-keluhan, kegelisahan, rasa pesimis dan
angan-angan. Jiwa-jiwa seperti itu,tidak mencerminkan jati diri
seorang muslim sejati. Rasulullah Saw bersabda:
“Seorang muslim tidak akan pernah ditimpa kecuali kebaikan, apabila
ditimpa kejelekan ia bersabar, dan jika dilimpahkan kenikmatan ia
bersyukur.”
Seorang Muslim tidak akan pernah mengeluh menghadapi kehidupan, karena
ia telah memiliki kepribadian yang utuh dalam menghadapi segala macam
ujian hidup.
Untuk menjadi pribadi muslim sejati, sesuai dengan apa yang digariskan
oleh Islam, sudah semestinya memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan
tuntunan Al-Quran dan Al-Hadits, juga telah dipraktekkan oleh para
Sahabat Nabi maupun salafus shâleh, yaitu pribadi yang sikap, ucapan
dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt
dan rasul-Nya. Nilai-nilai tersebut, jika disederhanakan, setidaknya
ada sepuluh sifat yang mesti melekat di dalam diri seorang muslim:
1. Salâmatul ‘aqîdah (Keyakinan yang benar)Hidup
di dunia ini bagai orang yang tengah mengadakan suatu perjalanan.
Coba anda bayangkan, seandainya dalam suatu perjalanan anda tidak
mengetahui arah mana yang akan anda tuju. Di terminal bus, di dermaga,
atau di bandara, anda terduduk sambil bertanya hendak kemanakah diri
ini harus pergi? Apa yang akan terjadi? Sudah bisa dipastikan anda akan
mudah tersesat. Mengapa? Karena anda tidak mempunyai keyakinan pasti
untuk sampai kepada suatu tujuan. Demikian halnya dengan perjalanan
seorang muslim di dunia ini, dia harus mempunyai keyakinan yang lurus,
sebagai sarat untuk dapat sampai kepada tujuannya.
Ada enam hal yang membuat seorang muslim yakin terhadap tujuan
perjalanannya. Iman (yakin) kepada keberadaan Allah, Malaikat, Kitab,
Rasul, Hari akhir, dan Qadla-Qadar. Sebagaimana Sabda nabi Saw:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ
بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Nabi Saw bertanya kepada Jibril As:”Beritahukan aku tentang iman?
Jibril menjawab: “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab
yang telah diturunkan-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan kamu
beriman kepada takdir yang baik maupun buruknya”.
Keyakinan terhadap Allah membuat Muslim selalu dalam keadaan optimis
akan pertolongan-Nya. Yakin terhadap Malaikat membuat Muslim menyadari
bahwa makhluk Allah yang paling taat ini, akan selalu mencatat segala
perbuatannya di dunia, sehingga amal perbuatan Muslim selalu dipenuhi
dengan hal-hal positif. Yakin terhadap kitab, membuat muslim selalu
membaca panduan hidupnya setiap saat. Yakin terhadap Rasul, membuat
Muslim memantapkan langkahnya hidup di dunia, bahwa Allah tidak
meninggalkannya tanpa pemandu perjalanan yang panjang ini. Yakin
terhadap hari akhir, membuat muslim tahu akan tujuan akhirnya. Iman
kepada qadla dan qadar membuat muslim menyadari akan tanggung jawabnya
hidup di dunia, sehingga tidak terjatuh pada keyakinan jabariyah atau
keyakinan qadariyah.
2. Shihhatul ‘Ibâdah (Ibadah yang benar)
Anda sekarang sudah yakin dengan perjalanan yang sedang anda lakukan
ini. Tinggal bagaimana anda harus melaluinya dengan baik, sehingga
tidak tersesat. Karenanya, ibadah adalah implementasi dari sebuah
keyakinan. Yang perlu kita sadari adalah, bahwa ibadah dalam Islam
bukanlah merupakan taklif (pembebanan), melainkan tasyrif (pemuliaan)
dari Allah Swt. Ketika seorang manusia dijuluki oleh Allah ‘ibadullah,
maka ia termasuk orang-orang yang dikasihi-Nya.
Ibadah dalam Islam bukan hanya mencakup ritual keagamaan semata,
semisal: shalat, zakat, puasa dan haji, tetapi semua lini kehidupan di
dalam memakmurkan dunia ini yang tidak bertentangan dengan landasan
Al-Quran dan Sunnah, semisal mencari nafkah secara halal, berhubungan
baik dengan keluarga, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sebagaimana
firmannya:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ
فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا
اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (الجمعة: 10)
“Jika shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung”.
Demikianlah, seorang Muslim harus memahami arti ibadah dengan benar.
Ibadah yang benar lahir dari aqidah yang benar. Ibadah yang benar
adalah ibadah yang membawa pengaruh bagi dirinya, orang lain dan
melahirkan ketaqwaan.
3. Matînul Khulûq (Akhlaq yang kokoh)Memang,
menjadi orang baik itu sulit, namun amat mudah bagi yang memiliki tekad
dan kemauan. Awal dari segala sesuatu itu susah. Namun, jika anda
sudah terbiasa, anda tidak akan pernah mengatakannya sulit. Ingatkah
Anda ketika pertama kali anda belajar naik sepeda? Mungkin anda pernah
berfikir, bagaimana caranya menjalankan sepeda yang hanya mempunyai
dua roda. Pertama yang anda lakukan adalah duduk di sadel, menurunkan
kedua kaki di tanah, dan tangan memegang kendalinya. Semuanya berjalan
dengan baik. Lalu, salah satu dari anda mulai untuk menggenjot sadel
di satu sisinya. Anda gugup, baru beberapa meter, anda kehilangan
kendali dan ups… terjatuh.
Setelah beberapa kali mencobanya, anda sudah mulai terbiasa memegang
kendali, menjaga keseimbangan dan menggenjot pedal dengan nyaman. Anda
sudah lupa, kesulitan pertama kali menjalankannya, dan ternyata naik
sepeda itu nikmat. Demikianlah, ketika anda berlatih mengendalikan
diri, membiasakan dengan hal-hal yang baik, dan menjauhi sikap-sikap
yang tidak berguna. Semakin dibiasakan, perilaku itu keluar dengan
sendirinya secara otomatis. Inilah yang disebut akhlaq, yaitu perilaku
yang keluar secara otomatis, dan mencerminkan ekspresi diri seseorang
di segala tempat dan waktu. Jadi, akhlaq bukanlah perilaku
kondisional, yang hanya diekspresikan pada waktu-waktu tertentu saja,
tetapi memiliki akhlak yang komit, tidak fluktuatif, dan tidak berubah
dalam kondisi bagaimana pun. Allah Swt berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: 4)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung". (QS. Al-Qalam :4)
4. Tsaqôfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas)
Menjalani kehidupan di dunia ini tidak hanya sekedar mengandalkan
keyakinan, ibadah dan akhlaq. Siapapun orangnya, ketika sedang
melakukan perjalanan pasti membutuhkan pengetahuan tentang apa yang
sedang ia tuju. Ketika anda hendak beranjak ke Kairo, misalnya, anda
tentu mencari informasi tentang kondisinya, cuacanya, budayanya,
makanannya, dan hal-hal lain yang perlu anda persiapkan sejak dini.
Dengan informasi itulah anda mampu mengira-ngira apa yang dapat anda
kerjakan sekarang, untuk persiapan nanti.
Begitu pula halnya dengan kehidupan yang sedang kita jalani ini. Anda
tentu membutuhkan informasi-informasi yang diperlukan dalam melanjutkan
perjalanan hidup. Wawasan itulah yang akan memandu perjalanan hidup
anda. Proses yang sedang anda jalani dalam hidup ini juga tidak lepas
dari pengalaman-pengalaman yang akan menjadi guru terbaik bagi anda.
Allah Swt berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ (الزمر: 9)
“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesunguhnya hanya orang-orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Karenanya, bagi seorang muslim, mencari ilmu pengetahuan merupakan salah satu kewajiban.
5. Quwwatul Badân (Tubuh yang kuat)
Kesempurnaan itu dambaan setiap orang. Masing-masing akan mencoba
mencapai kesempurnaan diri, sesuai dengan kemampuannya. Dengan kekuatan
itulah setiap orang akan berusaha mencapai keseimbangannya. Seahli
apapun anda mengendarai sepeda, jika ban di rodanya kempes, tentu anda
tidak akan dapat berbuat banyak, hingga ban itu baik kembali.
Karenanya, persiapkanlah jasmani Anda sebaik mungkin untuk dapat
melanjutkan perjalanan anda secara vit dam prima. Shalat, puasa, zakat
dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan
dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Nabi bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ (مسلم وابن ماجه وأحمد)
"Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim, Ibnu majah dan Imam Ahmad)
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang
muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Namun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu
yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi.
6. Al-Qudrah ‘ala al-Kasbi (Mampu mencari nafkah)Sekarang,
anda sudah sedikit-banyak, mengerti tentang bagaimana seharusnya
menempuh perjalanan hidup ini. Sebagaimana seseorang yang sedang dalam
perjalanan, anda harus mempunyai dua bekal. Pertama, bekal persiapan
untuk tujuan akhir nanti setelah sampai tujuan. Yang kedua, bekal dalam
perjalanan.
Nah, begitu pula di dunia ini. Hidup di dunia adalah suatu perjalanan,
tujuan kita adalah akhirat. Namun, persiapan bekal untuk akhirat,
tidak menutup kita untuk mempersiapkan bekal dalam perjalanan hidup di
dunia ini untuk diri sendiri dan keluarga. Rasulullah pernah
mengingatkan kita untuk bisa menyeimbangkan antara keduanya.
“Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan kau akan hidup selamanya. Dan
beramal buat akhiratmu, seakan-akan kau akan menemui ajal esok pagi.”
Agama kita melarang umatnya untuk bersikap santai, bermalas-malasan dan
bertopang dagu. Para sahabat mencontohkan, jika terdengar adzan maka
mereka segera ke masjid, jika selesai melaksanakan kewajibannya maka
mereka kembali bertebaran di muka bumi untuk kembali melanjutkan
usahanya sambil berdoa,”Ya Allah, kami telah memenuhi panggilan-Mu dan
telah melaksanakan apa yang telah Engkau wajibkan, sekarang kami
menyebar (berusaha) sebagaima Engkau perintahkan, maka berilah kami
rizki karena Engkaulah sebaik-baik Pemberi Rizki.
7. Nâfi’an li Ghairihi (Bermanfaat bagi lainnya)
Banyak orang yang menyangka, bahwa keberhasilan adalah semata-mata
kesuksesan yang diperoleh seseorang secara individu. Kita akan merasa
bangga telah berhasil memperoleh gelar sarjana, majister, atau bahkan
doktor. Atau kita merasa bangga telah memperoleh keuntungan
bermilyar-milyar, masuk dalam kantong sendiri. Benarkah itu yang
disebut keberhasilan dalam pribadi seorang Muslim?
Seorang muslim yang berhasil adalah yang mampu menjadi pelita bagi
sekelilingnya. Ia mampu menerangi keluarga dan masyarakatnya, dengan
sikap, perilaku, ilmu, harta, dan amal nyata. Pantulan dirinya sebagai
muslim benar-benar dirasakan, sehingga dapat menebar kesejukan
orang-orang yang bersamanya. Sebaik-baik muslim adalah yang bisa
memberi manfaat bagi orang lain. Relevan dengan sabda Rasulullah Saw:
خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ (رواه أحمد)
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang selalu diharapkan kebaikannya dan
aman dari kejahatannya, adapun seburuk-buruk kalian adalah orang yang
tidak diharapkan kebaikannya dan tidak aman dari kejahatannya.” (HR.
Ahmad)
8. Hârisan ‘ala waqtihi (Mampu mengatur waktu)Allah
SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu
seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Banyak masalah yang timbul, karena seseorang tidak mampu mengatur
waktunya dengan baik. Ia tidak bisa mencapai target dari rencana. Ia
kehilangan beberapa momen penting, hanya karena waktu yang telah
berlalu begitu saja di hadapannya. Untuk itu, pribadi Muslim selalu
siap dengan situasi dan waktu. Ia dapat mengatur seberapa banyak waktu
untuk beribadah mahdhah, dan untuk bermu’amalah. Semuanya perlu diatur
sehingga seimbang.
Waktu adalah kehidupan, sehingga orang yang tidak bisa mengatur waktu
akan kehilangan momen hidupnya, bahkan bisa tergilas dengan waktunya
sendiri. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan:
الوقت كالسيف فإن لم تقطع به فإنه قطعك!
“Waktu itu bagaikan sebilah pisau, jika tidak kamu gunakan untuk memotong, niscaya ia yang akan memotongmu!”
Sehingga seorang muslim tidak akan menjadi manusia yang merugi sebagaimana yang disinyalir dalam QS. Al Ashr:1-3.
9. Munâzhzhoman fi syu’ûnihi (Mampu mengatur urusannya)
Hidup kita di dunia ini penuh dengan berbagai aktifitas yang luar biasa
banyaknya. Karena itu, sebagai seorang muslim harus pandai untuk
memilah dan memilih, mana saja aktifitas yang sesuai dengan pandangan
hidupnya sebagai seorang muslim berdasarkan skala prioritas. Karena
pada prinsipnya, tugas atau kewajiban itu lebih banyak daripada waktu
yang tersedia.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional.
Apapun yang dikerjakan, profesionalisme harus selalu diperhatikan. Nabi
bersabda:
10. Mujâhidan linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)
Mujâhadatunnafs merupakan salah satu upaya yang mesti bagi setiap
pribadi muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan kepada
yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya tekad dan kesungguhan.
Karena hawa nafsu adalah sebesar-besarnya jihad di dalam Islam, seperti
apa yang telah dikatakan oleh Sayidina Ali Karamallahu wajhah
sepulangnya dari peperangan Badar Al-Kubra yang dahsyat dengan
mengatakan masih ada jihad yang lebih besar lagi daripada peperangan
yang baru saja berlalu. Dalam kesempatan lain Nabi Saw mengatakan:
لا يؤمن أحدكم حتي يكون هواه تبعا لما جئت به (رواه احاكم)
"Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)". (HR. Hakim)
Demikianlah sepuluh sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim agar
menjadi muslim sejati sebagaimana yang digariskan oleh Al-Quran dan
Sunnah. Hal tersebut tidak akan kita miliki, kecuali dengan amal usaha
yang sungguh-sungguh, melalui pendidikan dan pengarahan yang intensif
secara berkesinambungan dan kontinyu, hingga akhir hayat kita. Orang
yang memiliki kesepuluh sifat ini, insya Allah dapat diandalkan dalam
memikul Misi Risalah Islam. Dengan kesepuluh sifat ini, Islam akan
benar-benar memancarkan rahmatan lil ‘alamin..
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Hadirin orang-orang yang selalu dimuliakan oleh Allah Swt...Saat
ini, ummat sangat membutuhkan pribadi-pribadi yang dapat
menyelamatkan mereka dari kebingungan, keterpecahan dan keterpurukan.
Siapa lagi kalau bukan anda? Diharapkan kita semua menjadi orang yang
dapat menyelesaikan masalah, bukan malah sebaliknya, menjadi orang
yang bermasalah atau suka bikin masalah !?